Jumat, 16 Januari 2015

The adventure of Arung Panrita (in Toraja)

Terhitung sejak Juni 2014 mamak mulai bekerja untuk lembaga baru yang berasal dari Swiss. Lembaga tempat mamak bekerja ini bernama Swisscontact. Swisscontact adalah lembaga nirlaba yang berdiri dan terbentuk di Swiss dimana lebih dari 40 tahun mempunya pengalaman dan telah berhasil melaksanakan berbagai proyek pada bidang yang berbeda-beda di Indonesia. Mamak bergabung dengan proyek WISATA yang tengah memasuki fase ke-2. Sebelumnya Swisscontact Wisata dimulai tahun 2009 untuk pengembangan wisata di Pulau Flores. Fase ke-2 yang dimulai Juni tahun lalu bertambah tiga destinasi lagi yakni Tanjung Puting, Wakatobi dan Toraja.

Sebelumnya mamak mendaftar untuk posisi yang ada di Makassar. Ketika mamak berhasil lolos sampai ke tes wawancara kedua, mamak sebenarnya agak grogi. Selain mamak tak punya latar belakang resmi di bidang pariwisata juga sebelumnya mamak hanya punya pengalaman wawancara kerja selama tiga kali saja. Namun, berbekal pengalaman menjadi asisten peneliti dan kordinator studi tour mahasiswa Jepang di Toraja selama beberapa tahun, mamak cukup percaya diri menghadapi wawancara dengan Program Manager Swisscontact, pak Ruedi. Sikap kepedean ini membuahkan hasil. Bukannya keterima diposisi yang mamak lamar, malahan pak Ruedi menawarkan posisi yang lebih tinggi sebagai kepala kantor proyek di Toraja. Setelah berdiskusi dengan bapak dan opa, mamak pun menerima tantangan tersebut.

Dan dimulailah petualangan Arung dan mamak di Toraja. Meskipun mamakmu ini berdarah Toraja, tetapi biasanya kita pulang kampung sekali atau dua kali setahun. Kali ini kita menetap di Toraja hingga pekerjaan mamak selesai. Karena bapak mesti bekerja di Makassar, maka yang pindah ke Toraja hanya Opa, Arung dan mamak. Kita menyewa sebuah ruangan (basement) dengan dua kamar plus toilet didalam dan ruang tamu di kota Makale. Ternyata cukup susah menyewa rumah atau kamar di Toraja. Mamak dan teman-teman harus berhari-hari keliling mencari sebelum mendapatkan tempat. Meskipun ada rumah nenek mamak di Toraja, namun mamak ingin mandiri. Jika mamak bekerja, Arung bersama Opa di rumah. Saat akhir pekan, jika sedang tak dingin kita pergi berenang di hotel atau berjalan-jalan. Terkadang mamak pulang lebih awal agar bisa mengajak Arung berkeliling kota Makale.



Sayangnya Toraja tidak cukup ramah untuk anak-anak. Sangat kurang ruang terbuka umum dimana anak-anak bisa leluasa bermain. Pernah suatu ketika Opa dan mamak tak tahu hendak mengajak ke mana lagi Arung bermain. Kita baru saja selesai berenang. Opa yang menyetir mobil lalu berputar-putar keliling kota. Tak menemukan tempat untuk singgah, kami mendengar sayup-sayup suara instrumen musik. Rupanya di halaman sebuah sekolah ada sekelompok anak sedang berlatih drumband. Akhirnya, opa memarkir mobil dan kita hanya duduk di dalam mobil menonton mereka berlatih. Hehehe, lucu yaa.



Di Toraja, udaranya cukup dingin. Suhu udara yang sejuk ini membuat selera makan bertambah. Arung juga mulai doyan makan, bahkan sangat menggemari sayur. Selera ini terbawa sampai ke Makassar ketika Arung harus sudah harus memulai terapi di Makassar sejak November. Mamak pun sendirian dan pindah kos ke tempat yang lebih kecil. Untungnya ada kos yang baru dibangun dan masih ada satu ruangan yang kosong. Ruangannya cukup luas, satu kamar, toilet, dapur, ruang tamu dan tempat jemuran plus teras. Natal kemarin bersama bapak dan teman-teman, Arung sudah mencoba kos mamak yang baru. Lumayan juga selama 7 bulan lebih kita telah mencoba dua kos-kosan selama di Toraja. Sekarang ini mamak yang lebih banyak bolak-balik Toraja-Makassar-Toraja. Beruntung bus Toraja sangat nyaman dan aman. Perjalanan 8 jam tak terasa. Besok mamak ke Makassar lagi menemui Arung, sampai jumpa anakku.